Wednesday, August 8, 2012

Selingkuh dengan Ketua RT

Aku tinggal di kompleks perumahan swasta di Bekasi. Suamiku termasuk orang yang super sibuk. Sebagai arsitek gedung profesional, tugasnya boleh dibilang tidak normal dan tidak kenal waktu. Walaupun aku tau dia sangat menyayangiku, bahkan mungkin sangat memuja diriku, aku sangat kesepian. Aku sering sendiri dan banyak melamun menghayal betapa nikmatnya dalam sepi itu bersama Mas Surya, begitu nama suamiku, mengeloni aku. Saat-saat seperti itu membuat Nafsu Birahi ku naik. Dan apabila aku nggak mampu menahan gairah Memek Ngentot ku, aku ambil buah ketimun yang selalu tersedia di dapur. Aku melakukan masturbasi membayangkan Ngentot dengan seorang lelaki, yang tidak selalu suamiku sendiri, hingga meraih kepuasan.


Yang sering hadir dalam khayalan seksualku justru Bapak Danu, Pak RT di kompleks itu. Walaupun usianya sudah di atas 50 tahun, 22 tahun di atas suamiku dan 28 tahun di atas umurku, kalau membayangkan Bapak Danu ini, aku bisa cepat meraih klimaks ku. Bahkan saat-saat aku bersebadan dengan Mas Suryapun, tidak jarang khayalan seksku membayangkan seakan Bapak Danulah yang sedang menggeluti aku. Aku nggak tahu kenapa. Tetapi memang aku akui, selama ini aku selalu membayangkan Kontol lelaki yang gedee banget. Nafsuku langsung melonjak kalau khayalanku nyampai ke sana. Dari tampilan tubuhnya yang tetap kekar dan kokoh walaupun tua, aku bayangkan kontol Bapak Danu juga kekar dan kokoh. Gede, panjang dan pasti tegar dilingkari dengan urat-urat di sekeliling batangnya. Ooohh.., betapa nikmatnya dientot kontol macam itu.

Di kompleks itu, di antara ibu-ibu atau istri-istri, aku merasa akulah yang paling cantik. Dengan usiaku yang 28 tahun, tinggi 158 cm dan berat 46 kg, orang-orang bilang tubuhku sintal banget. Mereka bilang aku seperti Sarah Azhari, Artis Cewek Cantik Seksi Indonesia yang binal adik dari Ayu Azhari bintang sinetron. Apalagi kalau aku sedang memakai celana jeans dengan blus tipis yang membuat buah dadaku yang cukup besar membayang. Hatiku selangit mendengar pujian mereka ini.

Pada suatu ketika, tetangga kami punya hajatan, menyunatkan anaknya. Biasa, kalau ada tetangga yang punya kerepotan, kami se-RT rame-rame membantu. Apa saja, ada yang di dapur, ada yang ngurus pelaminan, ada yang bikin hiasan atau menata makanan dan sebagainya. Aku biasanya selalu kebagian bikin pelaminan. Mereka tahu aku cukup berbakat seni untuk membuat dekorasi pelaminan itu. Mereka selalu puas dengan hasil karyaku.

Aku menggunakan bahan-bahan dekorasi yang biasanya aku beli di Pasar Kranji. Pagi itu ada beberapa bahan yang aku butuhkan belum tersedia. Di tengah banyak orang yang pada sibuk macam-macam itu, aku bilang pada Mbak Karti, yang punya hajatan, untuk membeli kekurangan itu.

"Kebetulan Bu Dian, tuh Bapak Danu mau ke Senen, mbonceng saja sama dia," Bu Kasno nyampaikan padaku sambil nunjuk Bapak Danu yang nampak paling sibuk di antara bapak-bapak yang lain.

"Emangnya Bapak Danu mau cari apaan?" aku nanya.

"Inii, mau ke tukang tenda, milih bentuk tenda yang mau dipasang nanti sore. Sama sekalian sound systemnya," Bapak Danu yang terus sibuk menjawab tanpa menengok padaku.

"Iyaa deh, aku pulang bentar ya Bapak Danu, biar aku titip kunci rumah buat Mas Surya kalau pulang nanti." Segalanya berjalan seperti air mengalir tanpa menjadikan perhatian pada orang-orang sibuk yang hadir disitu.

Sekitar 10 menit kemudian, dengan celana jeans dan blus kesukaanku, aku sudah duduk di bangku depan, mendampingi Bapak Danu yang nyopirin Inova nya. Udara AC di mobil Bapak Danu nyaman banget sesudah sepagi itu diterpa panasnya udara Jakarta. Pelan-pelan terdengar alunan dangdut dari radio Mara yang terdapat di mobil itu.

Saat itu aku jadi ingat kebiasaanku mengkhayal. Dan sekarang ini aku berada dalam mobil hanya berdua dengan Bapak Danu yang sering hadir sebagai obyek khayalanku dalam hubungan seksual. Tak bisa kutahan, mataku melirik ke arah selangkangan di bawah kemudi mobilnya. Dia pakai celana drill coklat muda. Aku lihat di arah pandanganku itu nampak menggunung. Aku nggak tahu apakah hal itu biasa. Tetapi khayalanku membayangkan itu mungkin kontolnya yang gede dan panjang.

Saat aku menelan ludahku membayangkan apa di balik celana itu, tiba-tiba tangan Bapak Danu nyelonong menepuk pahaku. 'Ibu Dian ini mau beli apaan? Di Keranji sebelah mana?', sambil dia sertai pertanyaan ini dengan nada kebapakan.

Dan aku bener-bener kaget lho. Aku nggak pernah membayangkan Pak RT ini kalau ngomong sambil meraba yang diajak ngomong.

"Kertas emas dan hiasan dinding, Pak. Di sebelah toko mainan di pasar inpress ituu..," walaupun jantungku langsung berdegup kencang dan nafasku terasa sesak memburu, aku masih berusaha se-akan-akan tangan Bapak Danu di pahaku ini bukan hal yang aneh.

Tetapi rupanya Bapak Danu nggak berniat mengangkat lagi tangannya dari pahaku, bahkan ketika dia jawab balik, "Ooo, yyaa.. aku tahu..," tangannya kembali menepuk-nepuk dan digosok-gosokkanya pada pahaku seakan sentuhan bapak yang melindungi anaknya.

Ooouuiihh... aku merasakan kegelian yang sangat, aku merasakan desakan erotik, mengingat dia selalu menjadi obyek khayalan seksualku. Dan saat Bapak Danu merabakan tangannya lebih ke atas menuju pangkal pahaku, reaksi spontanku adalah menurunkan kembali ke bawah. Dia ulangi lagi, dan aku kembali menurunkan. Dia ulangi lagi dan aku kembali menurunkan. Anehnya aku hanya menurunkan, bukan menepisnya. Yang aku rasakan adalah aku ingin tangan itu memang tidak diangkat dari pahaku. Hanya aku masih belum siap untuk lebih jauh. Nafasku yang langsung tersengal dan jantungku yang berdegap-degup kencang belum siap menghadapi kemungkinan yang lebih menjurus.

Bapak Danu mengalah. Tetapi bukan mengalah bener-bener. Dia tidak lagi memaksakan tangannya untuk menggapai ke pangkal pahaku, tetapi dia rubah. Tangan itu kini meremasi pahaku. Gelombang nikmat erotik langsung menyergap aku. Aku mendesah tertahan. Aku lemes, tak punya daya apa-apa kecuali membiarkan tangan Bapak Danu meremas pahaku. "Dik Maarr...," dia berbisik sambil menengok ke aku.

Tiba-tiba di depan melintas bajaj, memotong jalan. Bapak Danu sedikit kaget. Otomatis tangannya melepas pahaku, meraih presnelling dan melepas injakan gas. Kijang ini seperti terangguk. Sedikit badanku terdorong ke depan. Selepas itu tangan Bapak Danu dikonsentrasikan pada kemudi. Jalanan ke arah Senen yang macet membuat sopir harus sering memindah presnelling, mengerem, menginjak gas dan mengatur kemudi. Aku senderkan tubuhku ke jok. Aku nggak banyak ngomong. Aku kepingin tangan Bapak Danu itu kembali ke pahaku. Kembali meremasi. Dan seandainya tangan itu merangkak ke pangkal pahaku akan kubiarkan. Aku menjadi penuh disesaki dengan birahi. Mataku kututup untuk bisa lebih menikmati apa yang barusan terjadi dan membiarkan pikiranku mengkhayal.

Benar. Sesudah jalanan agak lancar, tangan Bapak Danu kembali ke pahaku. Aku benar-benar mendiamkannya. Aku merasakan kenikmatan jantungku yang terpacu dan nafasku yang menyesak dipenuhi rangsangan birahi. Langsung tangan Bapak Danu meremasi pahaku. Dan juga naik-naik ke pangkal pahaku. Tanganku menahan tangannya. Eeeii malahan ditangkapnya dan diremasinya. Dan aku pasrah. Aku merespon remasannya. Rasanya nikmat untuk menyerah pada kemauan Bapak Danu. Aku hanya menutup mata dengan tetap bersender di jok sambil remasan di tangan terus berlangsung.

Sekali aku nyeletuk, "Ntar dilihat orang Pak,"

:Ah, nggaakk mungkin, kacanya khan gelap. Orang nggak bisa melihat ke dalam," aku percaya dia. Sesudah beberapa saat rupanya desakan birahi pada Bapak Danu juga menggelora,

"Sayang.. kita jalan-jalan dulu mau nggak?" dia berbisik.

"Kemana?" pertanyaanku yang aku sertai harapan hatiku.

"Ada deh... Pokoknya Sayang mau khan?"

"Terserah Bapak Danu... Tapi ntar ditungguin orang-orang. Ntar orang-orang curiga, lho."

"Iyaa, jangan khawatirr... paling lama sejamlah." Sambil Bapak Danu mengarahkan kemudinya ke tepi kanan mencari belokan ke arah balik. Aku nggak mau bertanya, mau ngapain sejam?

Persis di bawah jembatan penyeberangan dekat daerah Galur, Bapak Danu membalikkan mobilnya kembali menuju arah Cempaka Putih. Ah, Bapak Danu ini pasti sudah biasa begini. Mungkin sama ibu-ibu atau istri-istri lainnya. Aku tetap bersandar di jok sambil menutup mataku pura-pura tiduran. Dengan penuh gelora dan deg-degan jantungku, aku menghadapi kenyataan bahwa beberapa saat lagi, mungkin hanya dalam hitungan menit, akan mengalami saat-saat yang sangat menggetarkan. Saat-saat seperti yang sering aku khayalkan. Aku nggak bisa lagi berpikir jernih. Edan juga aku ini... apa kekurangan Mas Surya, kenapa demikian mudah aku menerima ajakan Bapak Danu ini. Bahkan sebelumnya khan belum pernah sekalipun selama delapan tahun pernikahan aku disentuh apalagi digauli lelaki lain.


Yang aku rasakan sekarang ini hanyalah aku merasa aman dekat Bapak Danu. Pasti dia akan menjagaku, melindungiku. Pasti dia akan mengahadpi aku dengan halus dan lembut. Bagaimanapun dia adalah Pak RT kami yang selama ini selalu mengayomi warganya. Pasti dia nggak akan merusak citranya dengan perbuatan yang membuat aku sakit atau terluka. Dan rasanya aku ingin banget bisa melayani dia yang selama ini selalu jadi obyek khayalan seksualku. Biarlah dia bertindak sesuatu padaku sepuasnya. Dan juga aku ingin merasakan bagaimana dia memuaskan aku pula sesuai khayalanku.

Aku gemetar hebat. Tangan-tanganku gemetar. Lututku gemetar. Kepalaku terasa panas. Darah yang naik ke kekepalaku membuat seakan wajahku bengap. Dan semakin kesana, semakin aku nggak bisa mencabut persetujuanku atas ajakan 'jalan-jalan dulu' Bapak Danu ini.

Tiba-tiba mobil terasa membelok ke sebuah tempat. Ketika aku membuka mata, aku lihat halaman yang asri penuh pepohonan. Di depan mobil nampak seorang petugas berlarian menuntun Bapak Danu menuju ke sebuah garasi yang terbuka. Dia acungkan tangannya agar Bapak Danu langsung memasuki garasi berpintu rolling door itu, yang langsung ditutupnya ketika mobil telah yakin berada di dalam garasi itu dengan benar. Sedikit gelap. Ada cahaya kecil di depan. Ternyata lampu di atas sebuah pintu yang tertutup. Woo.. aku agak panik sesaat. Tak ada jalan untuk mundur. Kemudian kudengar Bapak Danu mematikan mesin mobilnya.

"Nyampai Sayang..."

"Di mana ini Pak..?' terus terang aku nggak tahu di mana tempat yang Bapak Danu mengajak aku ini. Tetapi aku yakin inilah jenis 'losmen' yang sering aku dengar dari temen-temen dalam obrolan-obrolan porno dalam arisan yang diselenggarakan ibu-ibu kompleks itu.

Bapak Danu tidak menjawab pertanyaanku, tetapi tangannya langsung menyeberang melewati pinggulku untuk meraih setelan jok tempat dudukku. Jok itu langsung bergerak ke bawah dengan aku tergolek di atasnya. Dan yang kurasakan berikutnya adalah bibir Bapak Danu yang langsung mencium mulutku dan melumat. Uh uh uh... Aku tergagap sesaat... sebelum aku membalas lumatannya. Kami saling melepas birahi. Aku merasakan lidahnya menyeruak ke rongga mulutku. Dan reflekku adalah mengisapnya. Lidah itu menari-nari di mulutku. Bau lelaki Bapak Danu menyergap hidungku. Beginilah rasanya bau lelaki macam Bapak Danu ini. Bau alami tanpa parfum sebagaimana yang sering dipakai Mas Surya. Bau Pak RT yang telah 55 tahun tetapi tetap memancarkan kelelakian yang selama ini selalu menyertai khayalanku saat masturbasi maupun saat aku disebadani Mas Surya. Bau yang bisa langsung menggebrak libidoku, sehingga nafsu birahiku lepas dengan liarnya saat ini.


Sambil melumat, tangan-tangan Bapak Danu juga merambah tubuhku. Jari-jarinya melepasi kancing-kancing blusku. Kemudian kurasakan remasan jari kasar pada buah dadaku. Uuiihh .. tak tertahankan. Aku menggelinjang. Menggeliat-geliat hingga pantatku naik-naik dari jok yang aku dudukin disebabkan gelinjang nikmat yang dahsyat. Sekali lagi aku merasa edaann .. aku digeluti Pak RT-ku.

Bibir Bapak Danu melumatku, dan aku menyambutnya dengan penuh kerelaan yang total. Akulah yang sesungguhnya menantikan kesempatan macam ini dalam banyak khayalan-khayalan erotikku. Ohh... Bapak Danuo .. Tolongin akuu Bapakeee .. Puaskanlah menikmati tubuhkuu... Paak, .. semua ini untuk kamu Paak... Aku hauss... Paak... Tolongi akuu Paakk.

"Kita turun nyok Sayang, kita masuk dulu..," Bapak Danu menghentikan lumatannya dan mengajak aku memasuki losmen ini.

Begitu masuk kudengar telpon berdering. Rupanya dari kantor losmen itu. Bapak Danu menanyakan aku mau minum apa, atau makanan apa yang aku inginkan yang bisa diantar oleh petugas losmen ke kamar. Aku terserah Bapak Danu saja. Aku sendiri buru-buru ke kamar kecil yang tersedia. Memek ku kebelet pengin kencing.

Saat kembali ke peraduan kulihat Bapak Danu sudah telentang di ranjang. Agak malu-malu aku masuk ke kamar tidur ini, apalagi setelah melihat sosok tubuh Bapak Danu itu. Dia menatapku dari ekor matanya, kemudian memanggil, "Sini Sayang." Uh uh... Omongan seperti itu masuk ketelingaku pada saat macam begini... aku merasakan betapa sangat terangsang seluruh syaraf-syaraf libidoku. Aku, istri yang sama sekali belum pernah disentuh lelaki lain kecuali suamiku, hari ini dengan edannya berada di kamar losmen dengan seseorang, yaitu Bapak Danu, yang Pak RT kompleks rumahku, yang bahkan jauh lebih tua dari suamiku, bahkan hampir dua kali usiaku sendiri. Dan panggilanya yang ..'Sini Sayang', itu .. terasa sangat erotis di telingaku.

Aku inilah yang disebut istri nyeleweng. Aku inilah istri yang selingkuh..uh uh uh .. Kenapa begitu dahsyat birahi yang melandaku kini. Birahi yang didongkrak oleh pengertiannya akan makna selingkuh dan aku tetap melangkah ke dalamnya. Birahi yang dibakar oleh pengertian nyeleweng dan aku terus saja melanggarnya. Uhh... aku nggak mampu menjawab semuanya kecuali rasa pasrah yang menjalar. Dan saat aku rubuh ke ranjang itu, yang kemudian dengan serta merta Bapak Danu menjemputku dengan dekapan dan rengkuhan di dadanya, aku sudah benar-benar tenggelam dalam pesona dahsyatnya istri yang nyeleweng dan selingkuh, yang menunggu saat-saat lanjutannya yang akan dipenuhi kenikmatan dan gelinjang yang pasti sangat hebat bagi istri penyeleweng pemula macam aku ini.

"Sayang... Aku sudah lama merindukan Sayang ini. Setiap kali aku lihat itu gambar artis Desy Ratnasari yang sangat mirip Sayang... Hatiku selalu terbakar. Kapan aku bisa merangkul Sayang macam ini...'

Bukan main ucapan Bapak Danu. Telingaku merasakan seperti tersiram air sejuk pegunungan. Berbunga-bunga mendengar pujian macam itu. Dan semakin membuat aku rela dan pasrah untuk digeluti Bapak Danu yang gagah ini. Bapak Danu, kekasihkuu. Dia balik dan menindih tubuhku.

Dia langsung melahap mulutku yang gelagapan kesulitan bernafas. Dia masukkan tangannya ke blusku. Dirangkulinya tubuhku, ditekankannya bibirnya lebih menekan lagi. Disedotnya lidahku. Disedotnya sekaligus juga ludahku. Sepertinya aku dijadikan minumannya. Dan sungguh aku menikmati kegilaannya ini. Kemudian tangannya dia alihkan, meremasi kedua susuku yang kemudian dilepaskannya pula. Ganti bibirnyalah yang menjemput susuku dan puting-putingnya. Dia jilat dan sedotin habis-habisan. Dan yang datang padaku adalah gelinjang dari saraf-sarafku yang meronta. Aku nggak mampu menahan gelinjang ini kecuali dengan rintihan yang keluar dari mulutku... Bapakeee... Bapakeee... Bapakeee, ampun nikmattnya Bapakeee.

Tangannya yang lepas dari susuku turun untuk meraih celana jeansku. Dilepasi kancing celanaku dan dibuka resluitingnya. Tangannya yang besar dan kasar itu mendorongnya hingga celanaku merosot ke paha. Kemudian tangan itu merogoh celana dalamku. Aaaiiuuhh.. tak terperikan kenikmatan yang mendatangi aku. Aku tak mampu menahan getaran jiwa dan ragaku. Saat-saat jari-jari kasar itu merabai bibir kemaluanku dan kemudian meremasi kelentitku... aku langsung melayang ke ruang angkasa tak bertepi. Kenikmatan... sejuta kenikmatan... ah... Selaksa juta kenikmatan Bapak Danu berikan padaku lewat jari-jari kasarnya itu.

Jari-jari itu juga berusaha menusuk lubang vaginaku. Aku rasakan ujungnya-unjungnya bermain di bibir lubang itu. Cairan birahiku yang sudah menjalar sejak tadi dia toreh-toreh sebagai pelumas untuk memudahkan masuknya jari-jarinya menembusi lubang itu. Dengan bibir yang terus melumati susuku dan tangannya merangsek kemaluanku dengan jari-jarinya yang terus dimainkan di bibir lubang vaginaku... Ohh... kenapa aku ini... Ooohh... Mas Surya... maafkanlah akuu... Ampunilahh... istrimu yang nggak mampu mengelak dari kenikmatan tak bertara ini... ampunilah Mas Surya... aku telah menyelewengg... aku nggak mampuu maass...

Bapak Danu terus menggumuli tubuhku. Blusku yang sudah berantakan memudahkan dia merangsek ke ketiakku. Dia jilati dan sedoti ketiakku. Dia nampak sekali menikmati rintihan yang terus keluar dari bibirku. Dia nampaknya ingin memberikan sesuatu yang nggak pernah aku dapatkan dari suamiku. Sementara jari-jarinya terus menusuki lubang vaginaku. Dinding-dindingnya yang penuh saraf-saraf peka birahi dia kutik-kutik, hingga aku serasa kelenger kenikmatan. Dan tak terbendung lagi, cairan birahiku mengalir dengan derasnya.

Yang semula satu jari, kini disusulkan lagi jari lainnya. Kenikmatan yang aku terimapun bertambah. Bapak Danu tahu persis titik-titik kelemahan wanita. Jari-jarinya mengarah pada G-spotku. Dan tak ayal lagi. Hanya dengan jilatan di ketiak dan kobokan jari-jari di lubang vagina aku tergiring sampai titik dimana aku nggak mampu lagi membendungnya. Untuk pertama kali disentuh lelaki yang bukan suamiku, Bapak Danu berhasil membuatku orgasme.

Saat orgasme itu datang, kurangsek balik Bapak Danu. Kepalanya kuraih dan kuremasi rambutnya. Kupeluk tubuhnya erat-erat dan kuhunjamkan kukuku ke punggungnya. Aku nggak lagi memperhitungkan bagaimana luka dan rasa sakit yang ditanggung Bapak Danu. Pahaku menjepit tangannya, sementara pantatku mengangkat-angkat menjemputi tangan-tangan itu agar jarinya lebih meruyak ke lubang vaginaku yang sedang menanggung kegatalan birahi yang amat sangat. Tingkahku itu semua terus menerus diiringi racau mulutku.

Dan saat orgasme itu memuncratkan cairan birahiku aku berteriak histeris. Tangan-tanganku menjambret apa saja yang bisa kuraih. Bantalan ranjang itu teraduk. Selimut tempat tidur itu terangkat lepas dan terlempar ke lantai. Kakiku mengejang menahan kedutan vaginaku yang memuntahkan cairanku. 'cairan' perempuan yang berupa cairan-cairan bening yang keluar dari kemaluanku. Keringatku yang mengucur deras mengalir ke mataku, ke pipiku, ke bibirku. Kusibakkan rambutku untuk mengurangi gerahnya tubuhku dalam kamar ber-AC ini.

Saat telah reda, kurasakan tangan Bapak Danu membelai rambutku yang basah sambil meniup-niup dengan penuh kasih sayang. Uh... Dia yang ngayomi aku. Dia eluskan tangannya, dia sisir rambutku dengan jari-jarinya. Hawa dingin merasuki kepalaku. Dan akhirnya tubuhku juga mulai merasai kembali sejuknya AC kamar losmen itu.

"Sayang, Sayang hebat banget yaa hh... Istirahat dulu yaa..? Saya ambilkan minum dulu ya." Suara Bapak Danu itu terasa menimbulkan rasa yang teduh. Aku nggak kuasa menjawabnya. Nafasku masih ngos-ngosan. Aku nggak pernah menduga bahwa aku akan mendapatkan kenikmatan sehebat ini. Kamar losmen ini telah menyaksikan bagaimana aku mendapatkan kenikmatan yang pertama kalinya saat aku menyeleweng dari kesetiaanku pada Mas Surya suamiku untuk disentuhi dan digumuli oleh Bapak Danu, Pak RT kampungku, yang bahkan juga sering jadi lawan main catur suamiku di saat-saat senggang. Mas Surya... Ooohh... maass... maafkanlah aakuu... maass.

Sementara aku masih terlena di ranjang dan menarik nafas panjang sesudah orgasmeku tadi, Bapak Danu terus menciumi dan ngusel-uselkan hidungnya ke pinggulku, perutku. Bahkan lidah dan bibirnya menjilati dan menyedoti keringatku. Tangannya tak henti-hentinya merabai selangkanganku. Aku terdiam. Aku perlu mengembalikan staminaku. Mataku memandangi langit-langit kamar losmen itu. Menembusi atapnya hingga ke awang-awang. Kulihat Mas Surya sedang sibuk di depan meja gambarnya, sebentar-sebentar stip Staedler-nya menghapus garis-garis potlot yang mungkin disebabkan salah tarik.

Mungkin semua ini hanyalah soal perlakuan. Hanyalah perlakuan Mas Surya yang sepanjang perkawinan kami tidak sungguh-sungguh memperhatikan kebutuhan biologisku. Lihat saja Bapak Danu barusan, hanya dengan lumatan bibirnya pada ketiakku dan kobokkan jari-jarinya yang menari-nari di kemaluanku, telah mampu memberikan padaku kesempatan meraih orgasmeku. Sementara kamu Mas, setiap kali kamu menggumuliku segalanya berjalan terlampau cepat, seakan kamu diburu-buru oleh pekerjaanmu semata. Kamu peroleh kepuasanmu demikian cepat.

Sementara saat nafsuku tiba dengan menggelegak, Mas Surya sudah turun dari ranjang dengan alasan ada yang harus diselesaikan, si anu sudang menunggu, atau si anu besok mau pergi dan sebagainya. Kamu ternyata sekali sangat egois. Kamu biarkan aku tergeletak menunggu sesuatu yang tak pernah datang. Menunggu Mas Surya yang hanya memikirkan kebutuhannya sendiri. Yang aku nggak tahu kapan itu datangnya... Sepertinya aku menunggu Godotku... menunggu sesuatu yang aku tahu nggak akan pernah datang padaku.

"Sayang ni capek ya?'bisikkan Bapak Danu membangunkan aku dari lamunan.

"Nggak Pak. Lagi narik napas saja... Tadi kok nikmat banget yaa... sedangkan Bapak Danu belum ngapa-ngapain padaku.. Bapakeee... Bapak Danu juga hebat lhoo... Baru diutik-atik saja aku sudah kelabakkan... Hi hi hi... aku berusaha membesarkan hati Bapak Danu yang telah memberikan kepuasan tak terhingga ini.

Rupanya Bapak Danu hanya ingin nge-cek bahwa aku nggak tertidur. Dengan jawabanku tadi dengan penuh semangat dia turun dari ranjang. Dia lepasin sendiri kemejanya, celana panjangnya dan kemudian celana dalamnya. Baru pertama kali ini aku melihat lelaki lain telanjang bulat di depanku selain Mas Surya suamiku. Wuuiihh... aku sangat tergetar menyaksikan tubuh Bapak Danu.

Pada usianya yang lebih dari 55 tahun itu, sungguh Bapak Danu memiliki tubuh yang sangat seksi bagi para wanita yang memandangnya. Bahunya bidang. Lengannya kekar, dengan otot-otot yang kokoh. Perutnya nggak nampak membesar, rata dengan otot-otot perut yang kencang, seperti papan penggilasan. Bukit dadanya yang kokoh, dengan dua putting susu besar kecoklatan, sangat menantang menunggu gigitan dan jilatan perempuan-perempuan binal. Dari tampilan tubuhnya yang kekar dan macho ini, aku lihat Bapak Danu adalah sosok penggemar olahraga yang fanatik. Otot-otot di tubuhnya menunjukkan dia sukses berolahraga selama ini.
 Sekian



No comments:

Post a Comment